Cinta Separuh Hari


gambar: from pinterest

(by: sulistya99)

Selalu sama setiap aku menatap langit-langit kamar. Warna biru yang mulai memucat dan mentari yang tanpa enggan masuk ke kabin kamar berukuran 3 x 3 meter persegi itu. Sementara nyawaku masih separuh sadar dan berkumpul. Pada raga yang tak lagi merasa bugar, setiap hari ketika kau tak ada di sampingku lagi.

Ya, kau berjanji akan sehidup semati denganku. Tapi nyatanya, semua hanya keping-keping puzzle yang nampanya aku rangkai seorang diri. Begitu kau tahu keadaanku dan kau yang merasa lelah menunggu keyakinanku, kau lebih memilih pergi bersama yang lebih siap menanggung beban hatimu.

Kepalaku masih pening setelah mabuk semalam. Kupikir, hanya ini satu-satunya jalan untuk melupakanmu yang melupakanku. Sialnya, aku memang bodoh seperti dugaanmu. Mungkin. Melupakanmu dengan alkohol adalah racun yang terbaik masuk ke dalam tubuhku. Bukti yang akan mengejutkan di pagi hari bahwa ranjangku tidak hanya ditiduri oleh ku seorang.

Seseorang dengan aroma yang sama menyengatnya denganku, tidur dengan bertelanjang setengah badan. Hampir saja cicitan tikus terjepit keluar dari kerongkonganku yang serak. Alkohol benar-benar membunuh tubuh dan warasku.

Rambut ikal panjang berwarna coklat, kulit kecoklatan, tubuh yang proposional. Oh God! Aku pasti sudah gila. Apa yang aku lakukan dengan membawa orang asing ke... tunggu... this's not my home!

"Shit!"

Umpatku sepelan mungkin, merutuk otak dan kebiadaban minuman sialan itu. Begitu aku benar-benar sadar dengan tubuhku yang setengah telanjang. Semalam apa yang sudah kulakukan. Hanya gara-gara wanita itu, aku bisa segila ini?

Bukan. Lebih tepatnya, ini karena si Andre bajingan itu mengajakku yang tengah patah hati masuk ke klub malam, katanya "untuk meringankan sedikit beban hati dan pikiran."

Kalau begini namanya, aku sama saja menambah beban hidupku. Masuk kamar dan rumah orang sembarangan, ditambah kami.. agh! Aku benar-benar akan dapat masalah kalau tidak cepat-cepat pergi.

Dua pakaian tergeletak di atas lantai begitu saja. Satu punyaku berwarna biru langit, dan satunya lagi berwarna hijau. Itu pasti miliknya, cepat saja aku pergi tanpa menengok apa dia masih hidup atau mati. Aku tidak peduli.

Mengendap-endap menuju pintu dengan cat berwarna putih yang tertutup rapat, seperti tikus yang berlari dari kucing penjaga yang tengah tertidur lelap. Keluar perlahan, setenang mungkin dan lekas kabur tanpa membangunkan orang asing itu. Begitulah pikirku, sampai suara itu membuatku berhenti tepat di depan pintu yang baru saja kuputar gagang pintunya hingga berdecit. Ia bangun dan duduk di pinggiran ranjang tempat kami tertidur tadi, begituku menoleh dengan senyum dibuat paksa.

"Mau kemana?"

Itu pertanyaan apa? Kalimat pertamanya yang ia lontarkan padaku begitu kami berdua sadar pagi ini. Seolah-oleh kita sudah kenal cukup dekat. Aku tidak suka.

"Tentu saja pulang," jawabku canggum juga bingung.

Ia menggaruk rambut gondrongnya yang ikal sebahu itu dengan sedikit mulut menguap. Masih dengan bertelanjang dada dan celana jeans belelnya yang tanpa gesper sedikit terbuka. Menampakkan bokser berwarna hijau. Sungguh pemandangan yang tidak indah sama sekali di kekacawan ini.

"Pulang? Bukannya kau mau menginap di sini?"

"Siapa?! Aku?"

"Ya..., tentu saja kau. Siapa lagi." 

Aku benar-benar tercengang. Memang semalam, apa yang kami lakukan? tiba-tiba kengerian menyergapku, membuat bulukudukku meremang ngeri. Memeriksa semua bagian tubuhku sendiri, apa aku berbuat ketidak senonohan dengannya. Tidak. Tidak! Itu sama saja bunuh diri dalam semalam.

Gelegar tawa memenuhi kamar itu tiba-tiba. Ia tertawa terpingkal-pingkal hingga terduduk memeluk tubuhnya sendiri. Apa wajahku yang pucat pasi, kacaw, dan merasa dibodohi ini lucu baginya. Sialan!

"Sorry-sorry, I'm just kidding. Hahaha... oh man you so funny. Oke, aku diam."

Dia berdiri dengan tawa yang masih menyertai langkahnya, mengambil kaosnya yang tergeletak di lantai sembarangan dan memakainya begitu saja. Setelah ku perhatikan, tubuhnya memang lebih baik dari padaku. Otot-otot bisep dan trisepnya sedikit terbentuk, tingginya pun melebihiku walau hanya sedikit. Tunggu. Kenapa aku kagum sekarang, sial!

Aku sudah jengah dan bisa tambah tidak waras kalau terus berada di kamar ini. Kubuka pintu dan langsung keluar, ia masih memanggilku dengan 'hey' yang menyebalkan. Terserah, aku tidak peduli siapa dia, yang jelas aku harus lekas pergi. Ini saja sudah memalukan, bagaimana bisa tidur di rumah orang asing tanpa sadar. 

"Gara-gara si Andre sialan itu, aku nyasar di rumah alien!" gumamku sepanjang langkah menuju pintu keluar, tapi dia menarik tangganku hingga gagal mencapai gagang pintu depan.

Hampir saja ku tonjok wajah lelaki itu, kalau dia tidak menunjukkan ponselku yang terdapat foto tidak terduga. Tatapanku horor, persis ketika merasakan kehadiran mahluk halus di depan mata. Foto yang tengah tertawa dengan wajah merah karena mabuk dan 'dia' yang merangkul pundakku dengan tersenyum.

"Kita teman," ucapnya persis dengan senyuman di foto yang ia tunjukkan padaku tadi. Kurampas benda tipis itu masih dengan horor yang sama, ngeri. 

"I know, you not a gay. We are friend, Andre hanya mengajakmu minum semalam. Kami kira kau kuat minum, tapi ternyata.. hahaha.. oh man. Satu gelas bisa membuatmu, crazy. But, that's not your fault. Temanmu itu memang kurang ajar, dia menitipkanmu padaku setelah pacaranya yang si bule itu datang memergoki kami sedang berpesta. Jadi ya... aku tidak tahu alamat tempatmu tinggal, dan Andre sibuk dengan perdebatannya, soo... aku bawa kau kemari." jelasnya dengan santai. Berusaha agar aku menghentikan tatapan melotot sejak sepuluh menit yang lalu.

"Kau yakin kita tidak melakukan apapun?" tanyaku dengan kengerian yang masih menyertai. 

"I'm promies of you. Just sleep." 

"Sungguh?" tanyaku meyakinkan. Ia kembali menyeringai lalu mengangguk, "sure."

Aku menghela nafas lega, setelah hampir tiga puluh menit kami berdiri di depan pintu. Kuciumi aroma tubuhku sendiri, benar-benar kebodohan yang membuat malu.

"Duduklah, aku sudah menelepon taksi untukmu. Aku tidak mencuri dompetmu, jadi kau bisa pulang dengan aman." kami duduk berhadapan, hingga ia memerhatikanku sekali lagi. "Kau nampak kacau, mandilah dulu. Akan ku pinjamkan pakaian untukmu," usulnya tapi lekas ku tolak. 

Aku sudah terlalu malu untuk berada di rumah dan hadapannya saat ini. Maka begitu suara klakson mobil terdengar dari halaman depan, yang ternyata taksi telah menunggu, segera saja pamit dan berterimakasih padanya karena telah menampungku tadi malam. Sementara Andre, akan aku hajar dia begitu sampai kantor besok.

Aku pamit pada lelaki itu, yang bernama Nickholas. Begitulah sedikit perbincanganku selagi menunggu taksi datang tadi. Lelaki itu hanya terpaut satu tahun dariku, teman Andre yang kebetulan sama-sama sering ke klub malam. Dia tau, teman sekantorku itu memang memiliki 'ketertarikan' yang berbeda. Tapi bukan berarti tidak baik, Nick pun bukan seseorang yang membatasi dirinya untuk berteman dengan siapa saja. Makanya, begitu si Andre itu datang bersama denganku. Nick pikir aku adalah pacarnya. Namun setelah melihatku mabuk dan meracau mengenai mantan pacarku yang seorang model, dan Andre yang mendapat masalah dengan pacar bulenya. Mau tidak mau, lelaki itu harus mengantarku pulang. dan ya, kita sudah tau bagaimana jalan cerita selanjutnya.

Sepanjang jalan pulang, aku kembali memikirkan penjelasan Nick tadi. Begitu berbahayanya diriku ini sampai hati berjanji tidak akan lagi meminum cairan itu seumur hidup. Sudah cukup patah hati membuat manusia menjadi tolol, ditambah dengan alkohol. Kebodohan bertambah menjadi berkali-kali lipat.

Bzzz (ponselku tiba-tiba bergetar). Setahuku, tugas kantor sudah dikerjakan jauh-jauh hari sebelum liburan hari raya. Makannya niat hati untuk berlibur bersama kekasiku telah direncanakan dengan sangat matang. Brengsek memang nasib dan takdir terkadang tidak berbanding lurus. 

Begituku cek, nama Nickholas tertera dipesan daring. Hal yang tidak pernah diduga sebelumnya, bahwa ia memasukkan nomornya ke ponselku. Apa lagi pesannya ini membuatku semakin bertanya-tanya, ada apa dengan lelaki itu?

NICKHOLAS
: I wish can see you again. 
  Hati-hati di jalan dan beristirahatlah, Cris. :)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen 1500 kata #1

Who am I ? #4.1

Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih