Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih
Terkadang seorang anak akan bertanya dalam pikirannya,
“Apakah,
aku benar disayangi?”
“Apakah,
aku berharga untuk mereka?”
“Bagaimana,
jika aku mencoba pergi seharian tanpa kabar. Apakah... mereka akan mencariku?”
“Aku...
ingin tau. Apa yang akan terjadi pada mereka jika aku tidak ada. Apakah rasa
dari pertanyaan ini akan tetap ada dan mengganggu pikiran ku ataukah justru...”
Terkadang,
rubah putih lah yang muncul. Tersenyum menyatakan bahwa aku bahagia. Namun...
dilain waktu rasanya melelahkan memiliki wajah dan berkelakuan seperti
malaikat.
Dilain waktu, rubah hitamlah yang muncul bahkan serigala pun
ikut terundang. Rasa itu entah apa namanya? Namun rasanya menyenangkan
membayangkan...
“Kau
melakukan pembunuhan dengan sangat sempurna. Tanpa sidik jari, noda darah,
bukti, saksi, dan tersangka yang tidak dapat kau temukan. Selebihnya adalah
kebahagiaan ‘si pendosa’ yang mati di hadapan mu, dengan luka kematian yang kau
harapkan. Dalam hati mu kau hanya bisa berdoa... ‘terimakasih Tuhan akhirnya dunia
akan sedikit lebih damai dari ulah si ‘brengsek’ ini’. Tak seorang pun dapat
memecahkan bagaimana, dimana, kapan, dan siapa pelaku pembunuhan. Yang mereka
lakukan hanya ‘memperkirakan’ dengan ‘hipotesis’ tanpa bisa dibuktikan”.
Hingga
rubah hitam dan serigala tertidur dengan tersenyum puas. Tanpa melupakan fakta
rubah putih harus kembali berperan.
Pikiran seorang anak itu unik. Dia akan menjadi ‘seseorang’
saat dewasa kelak tergantung apa yang setiap anak pelajari saat kecil. Kasih
sayang dan perhatian dari keluarga akan memperkuat karakter setiap anak yang
sedang tumbuh. Menjadi kuatkah seperti si rubah hitam dan serigala atau justru
si rubah putih.
Dan
malam ini, si rubah hitam dan serigala tlah terpanggil untuk tertidur. Dan
menunggu esok si rubah putih terbangun. Si rubah hitam dan si rubah putih milik
ku selalu merasa sulit berdamai satu sama lain.
Terkadang saat aku berdamai dengan rubah putih, suasana
dalam hati ku, rumah ku, pekerjaan ku serasa begitu menyenangkan, harapan
selalu bisa ku jadikan kenyataan dan serasa semua keberuntungan memihak pada
ku. Tapi..., sedikit demi sedikit si rubah hitam menyelinap dan mengambil
tempat di antara kami. Membuatku berpikir bahwa rubah putih hanya mencari
pujian, tidak tulus, pamer, arogan dan sombong. Kemurnian dan ketulusan
tiba-tiba terasa murahan, mengada-ada, dan munafik. Tapi di satu sisi rubah
hitam selalu terlihat ‘benar’. Walau menyebalkan dan mengganggu tapi...
benarkah? Apa itu benar? Apa si rubah hitam benar? Apakah memang demikian bahwa
ini semua hanya omong kosong, tanpa pembuktian jelas dan... ah... ini saatnya
si rubah hitam tertidur karena besok giliran rubah putih yang menjelaskan
segalanya.
Komentar
Posting Komentar