Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih (Tidurlah Putih)



Aku ingin mempercayai keduanya si rubah hitam dan si rubah putih, mereka dapat hidup berdampingan pada tubuh ini. Pada jiwa ini. Dan yah’ kenyataannya aku tetap harus mengendalikan keduanya. 

Hari ini si rubah putih sedikit kelelahan setelah seharian kemarin bertugas menjaga orang-orang dari kelakuan si rubah hitam. Kemarin beberapakali si rubah hitam ingin muncul di keramaian tapi si rubah putih terus mencoba menghentikannya berpikir tenang mengeluarkan beberapa jurusnya dan menidurkan si rubah hitam terus menerus.

Hari ini sepertinya si rubah putih kelelahan dan si rubah hitam memiliki energi lebih untuk menaklukan ku. Tidak bagaimana ini! Aku tidak bisa bertahan jika ia sampai keluar, satu serangan pagi ini ia luncurkan dengan udara panas yang akhirnya aku menulis pesan kasar di sosial media ku. Tapi..., entahlah aku sedikit senang. Sial!

“Bagaimana? Ini menyenangkan, kan?! Tak usah berpura-pura seperti si rubah putih yang selalu membohongimu dengan mantra-mantra penenangnya agar kau selalu tersenyum dan menganggap semua baik-baik saja. Jujur saja saat ini kau sedang kacau dan tak perlu mengelak dari setiap perasaan untuk slalu menjadi orang baik”. Lagi-lagi dia mencibirku dengan senyum puasnya. Tapi, apa yang ia katakan memang benar aku memang tidak bisa mengelak akan perasaan jengkel ku yang selama ini ku pendam atau lebih tepatnya berhasil diredam si rubah putih.

Hari ini benar-benar hebat si rubah hitam berhasil menguasai permainan. Dia mengacaukan perasaan ku, membuatku bertindak tidak seharusnya tapi entahlah aku memang ingin semua orang tau bahwa aku sedang kesal karena perlakuan mereka yang selalu merasa benar sendiri. 

Si rubah hitam ini memainkan musik, memasangkan nya ditelingaku. Membuatku tak bisa mengunci perasaan kesal ini. “Rubah putih dimana kau? Jangan sampai dia si rubah hitam mengacaukan ku!”
“Hahaha.. nikmati saja musiknya nona. Si rubah putih sedang sekarat, ia tidur cukup lama hari ini.”

DAG DAG DAG!!!

Alunan musik keras-keras di gendang telingku dari hadset yang dipasangkan melalui handphone ku, sial! Bibirku mulai mengikuti irama, suaraku tidak terkontrol. Dari nada rendah kenapa tiba-tiba menjadi meninggi! Gawat, ini seperti pemicu bom bunuh diri. Dan yah benar seseorang di belakangku mulai memainkan meja dengan hentakan-hentakan marah. Satu lagi memasangkan musik lebih keras dari ku. Bagus peperangan terselubung sedang terjadi.

“Kenapa harus takut? Biarlah semua tau bahwa mereka salah, kan? Kenapa mereka lebih memilih orang yang tak berguna dan tidak mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Dan kau?! Perlahan tapi pasti mulai disingkirkan sedikit demi sedikit.”

Rubah ini! Benar itu kah yang terjadi? Seperti itukah? Nada-nada lirik lau ini mulai menggema keras. Dan untungnya aku harus berhenti karena waktu. Tapi,... 

“Bu, bisa terjemahkan bahasa inggris ini?” 

Syukurlah aku bisa menghentikan ulahku saat ini, kalau tidak aku pasti tlah mengamuk.

“Neng, tos biasa nyanyi gogorowokan kitu?” (sudah biasa nyanyi teriak gitu)

“Atos biasa bu, di bumi ge abimah nyanyi gogorowokan. Sabodo ah batur bade ngarios naon ge, suanten-suanten abi ieu. Haahaa...!” (sudah biasa bu, di rumah juga saya nanyi teriak-teriak. Terserah orang mau bilang apa, suara-suara saya ini)

Lagi-lagi si rubah hitam menang mengalahkan ku.

Jam mengajar dimulai dan aku tidak mau masuk ke kelas yang benar-benar muridnya tak bisa diatur. Aku biarkan mereka dengan tugas mencatat dan membiarkan jam mengajarku yang lain begitu saja. Aku asik mengajar anak-anak yang akan mengikuti lomba kesenian dari pada harus masuk mengisi jam pelajaran yang menyebalkan.

Hari itu tepat pukul dua sore latihan selesai, dan yah’ benar. Si rubah hitam benar lagi. Untuk ke sekian kalinya aku pulang seorang diri. Di dalam kantor tak ada satu orang pun guru. Brengsek! Umpatku dalam hati. Sial si rubah hitam tertawa terpingkal-pingkal. Ia meluncurkan kata-kata pedas kembali di media sosial ku. Kali ini ku biarkan ia bermain-main. Mungkin memang benar biarkan saja si rubah hitam yang mengambil alih perasaan ku hari ini. Aku sudah tak peduli lagi apa kata mereka.

Aku masih menunggu rubah putih muncul, tapi nampaknya sesuatu tengah terjadi adanya. Seusai pulang sekolah rubah hitam membuat ulah lagi, kali ini dia membuat masalah di rumah dan didukung oleh ku. Mood ku sedang tidak baik, ku biarkan ia berulah terus sepanjang hari ini. Benar-benar aku tidak mau menunggu lagi rubah putih. Biarkan satu hati ini rubah hitam menguasaiku agar esok si rubah putih dapat bangun dan ingatanku kembali.

Pertarungan rubah hitam dan putih kali ini dimenangkan rubah hitam. Si munafik, si jujur yang jahat, lidah pedang, si wajah bermuka dua paling benar akan perasaannya. Tindakannya memang salah tapi toh lagi-lagi dialah yang membuatku kuat dan enggan merendahkan diriku untuk orang-orang yang tak berguna. Biar mereka tau siapa ‘aku’, terimakasih rubah hitam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen 1500 kata #1

Who am I ? #4.1

Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih