Who am I ? #4.1
HARUSKAH?
Nama ku Yanari, usia ku 17 tahun. Tak ada yang spesial dariku
hanya saja aku memiliki keinginan menjadi seorang pembuat komik atau animator
sejak aku masih kecil. Jika ada yang bilang bahwa itu hal biasa saja maka akan
ku katakan “selamat!” karena kau tak tinggal di kota kecil di bagian bumi asia
yang terkenal akan hutan belantara yang menjadi paru-paru dunia.
“Ibu, aku ingin menjadi animator. Bolehkah aku mengambil
universitas seni grafis?”
“Buat apa? Liat tuh paman kamu juga dia bla-bla-bla...”
Selalu berakhir dengan kalimat-kalimat negatif setiap kami
berdiskusi. Aku sempat bilang pada papah tapi, entahlah tak ada jawaban yang
pasti. Aku mulai mencari alternatif lain, informasi di kota ku tinggal sangat
sulit sehingga hanya sekali dua kali aku mengikuti beberapa perlombaan. Ya aku
memang tidak pernah menang dan aku sadari itu karena kemampuan ku yang masih di
bawah standar. Aku mulai sibuk mencari diberbagai media, mulai dari internet,
sosial media, hingga media cetak. Sempat berhasil menang namun hadiahnya tak
pernah sampai ke rumah. Aku tidak tau kemana ia pergi, mungkin bukan
keberuntunganku kali ini.
“Masih ada harapan”.
Selalu itu yang ku tanamkan dalam hati dan pikiranku. Di sekolah
aku tak ragu untuk menunjukkan bakatku karena aku tau hanya ini jalan
satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk mengasah kemampuan ku. Alhasil nilai
kesenian ku tidak terlalu buruk. Tapi ini tidak memacu semangat ku, aku butuh
sedikit percikan – tantangan barang kali. Rasa persaingan aku bentuk sendiri,
ini mungkin yang namanya depresi ringan. Aku mulai mencari beberapa teman yang
mahir menggambar dan yah’ aku menemukan mereka. Aku tidak akan menampakan
persaingan ini secara terang-terangan karena kami bukan di arena pertandingan.
Aku anggap mereka sebagai pesaingku. Namun, lambat laun ini
menyiksaku. Aku mulai merasa iri – tersaingi – sombong – terlalu percaya diri.
Setiap mereka mendapat nilai lebih hatiku merasa iri, begitu pun sebaliknya
ketika nilaiku lebih tinggi aku mulai sombong. Namun, hampa.
Masuk masa sekolah menengah atas kelas tiga, aku mulai
mencoba mengabaikan keinginan ku, cita-citaku. Terlalu banyak hambatan dan
rintangan, semakin beranjak dewasa aku mulai berpikir realistis. Cita-cita ini
tidak mungkin tercapai, buntu. Biarlah hanya sekedar hobi. Remaja sangat
rentang akan hal-hal sosial mereka, begitu pun denganku.
Renata, teman sebangku ku saat kelas satu dan bertemu kembali
di kelas dua IPA hingga kami kelas tiga sekarang. Bersama teman kami yang lain
Lia, Icha dan Em. Aku mulai suka bercerita hal-hal lucu, mungkin lebih tepatnya
aku mencoba melucu. Sungguh jika harus ku utarakan aku merasa sedikit tersiksa,
aku lebih suka membicarakan hal-hal berbau ilmu pengetahuan seperti sains tapi
mereka akan mengecapku dengan perasaan ‘aneh’.
Sosial media yang sedang buming-bumingnya mulai mengalihkan
perhatianku, tempat kasat mata yang disebut dunia maya menjadi tempat
pelarianku untuk ‘mencari perhatian’. Bukan hal negatif, mencari teman yang
satu hobi, pemikiran dan naluri. Disini pula aku yang mulai mengabaikan
harapanku dulu mulai menggila kembali. Banyak ku temukan anak-anak muda yang
begitu hebat, orang dewasa bahkan sekali pun karya-karya tangan mereka yang
luar biasa membukakan kembali angan-anganku tentang animasi, tentang seni
grafis, dan menjadi komikus dan dubber.
Sayangnya dunia ini kadang kala tak selalu berpihak pada kita
yang terlalu berharap. Dan aku mulai lelah berharap. Ku putuskan untuk
mengakhiri semua impian itu hanya menjadi hobi, sekedar pelepas setres saat
dunia nyata begitu melelahkan dan memuakkan.
Dan disinilah aku, di jurusan biologi dengan hal-hal berbau
bahan kimia, alam, binatang, dan sebagainya dan sebagainya. Aku beri judul
hidupku ini “Yanari Bersafari”.
Dulu ku kira jurusan ini hanya akan bermain ke hutan-pantai-kemping.
ZONG!!!
Sialnya aku salah, semua mata kuliah yang menjadi horor malah
muncul di tahun pertama aku kuliah. Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa
Indonesia. Jangan tanya kenapa Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata kuliah
horor, jujur saja nilaiku di bahasa selalu kecil walau aku sudah mati-matian
belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD sekali pun.
Dan yap’ selamat datang nilai-nilai pas-pasan ku, setidaknya
bisa menyelamatkanku hingga semester dua perkuliahan dimulai. Syukurlah mata
kuliah horor itu tak selamanya menghantui ku, sayangnya muncul mata kuliah
horor lainnya. Semua mata kuliah yang mengharuskan ujian itu adalah hapalan!
Aku lemah dalam mengingat, sama seperti saat tahun pertama perkuliahan setelah
masa orientasi usai atau paling parah saat ujian masuk kuliah.
“Wah, ujiannya susah banyak hitungan dan hapalan. Aku gak
suka!” kataku pertama kali saat keluar dari ruang ujian bersama Aman teman satu
sekolah dulu di SMA dan seorang gadis yang menimpali.
“Bener, aku juga gak banyak yang di isi tadi hanya beberapa
yang aku isi benar selebihnya ngasal”.
“Oh’ sama-sama, eh belum kenalan. Aku Yanari, kamu?”
“Idih kamu, masa gak kenal aku? aku satu kelas sama Lia temen
kamu. Bahkan sering liat kamu, aku Deti. Masa gak kenal, satu sekolah”.
“Eh’ iya gitu?”
“Iya, Yan dia satu sekolah sama kita”. Aman meyakinkan, tapi
tetap dengan begonya aku cuma bisa bilang...
“Oh, ha ha maaf. Aku punya penyakit, alzeimer dan tau wajah
tapi gak tau nama orangnya. Hehe...?!”
Pastilah, 85% manusia di dunia ini pasti memiliki penyakit
ini. Salah satunya aku. Pernah salah sapa orang karena aku kira dia temanku,
liat dari belakang mirip sih. Salah jadwal mata kuliah yang akhirnya nilaiku
merosot, cuma gara-gara lupa satu kali pertemuan aku dapat B sedangkan semua
teman satu kelas A. [miris]. Sering datang kesiangan gara-gara lupa jadwal
kuliah yang seabreg dan dosen yang ganti-ganti jadwal kuliah. Dan ujian hapalan
yang harus diulang karena kelemahan otak mengingatku yang telah akut.
Orang dulu bilang, “kalau anak muda udah banyak lupa artinya
banyak buat dosa sama orang tua”. Dalam hati aku mengumpat, kalau gitu gimana
sama orang tua yang bohong sama anak gara-gara lupa sama janjinya. *F—K!
Secara teori manusia memiliki berjuta-juta sel saraf di otak
mereka, yang membuat otak dapat bekerja dengan baik adalah asupan oksigen dan
nutrisi dari makanan untuk otak yang dialirkan darah keseluruh tubuh khususnya
ke otak. Jika salah satu dari dua hal pokok itu tidak cukup untuk otak kita
peroleh maka sel-sel saraf di otak kita akan mengalami penurunan kinerja
misalnya berfikir, mengingat, mencipta, dan lain sebagainya. Begitu juga kalau
kita kurang istirahat, banyak mengingat hal-hal negatif, menghirup dan
mengkonsumsi zat-zat kimia berbahaya. Well, setidaknya itu informasi nyata yang
aku dapat seretah riset di internet dan buku-buku ilmiah.
[pendapat ilmuan] cari sendiri.
Jadi, mitos banget tuh kalau anak muda lupa gara-gara
kebanyakan dosa sama orang tua. Niatnya bagus mau mengingatkan bahwa sebagai anak
harus ingat kepada orangtua agar selalu berbakti kepada mereka, tapi kalau gini
kok aku jadi sewot ya???
Whatever.
Taukan apa yang menjadi masalahku sekarang, masuk jurusan
yang aku kira cuma kerjanya main dan percobaan. Ternyata salah, ini lebih
menuntut pikiran logis dan realistis. Baiklah untuk masalah bedah membedah aku
menyukainya (kadang aku pikir, aku merasa jadi psikopat. Jack si pembunuh),
reaksi mereaksikan bahan kimia dan bahan-bahan lainnya (dr. Whatson dan
Sherlock). Terkadang berusaha memecahkan rumus-rumus seperti Thomas Alfa dan
Albert Eistein, terkadang saat di balkon kampus berharap menjadi Kaito Kid, dan
terkadang ingin sekali menghilangkan semua lembar kertas ujian sekaligus dengan
dosen pengawas seperti Deddy Cobuzer. Dan saat aku sadar ternyata semua hanya
imajinasi dan kembali dirundung duka mendalam karena faktanya otak pas-pasan,
mahasiswa yang hidup pas-pasan, tanpa kegiatan dan hanya bisa menjadi mahasiswa
kupu-kupu.
Apa aku harus menyerah? Syukurnya Tuhan memberiku ibu yang
luar biasa cekatan, fleksibel, dan cerdas. Aku harus banyak bersyukur karena
beliaulah aku masih bisa kuliah hingga tuntas dan menjadi sarjana pendidikan.
Sayangnya gelar sarjana tidak menjamin seseorang bisa bekerja dengan cepat,
mapan, dan berpenghasilan tinggi.
Lagi-lagi Tuhan besabda: “maka nikmat Tuhan-mu yang mana lagi
yang kau dustakan?”
Tuhan selalu memberiku pikiran positif dan keajaiban asal aku
mau berusaha sedikit lebih keras. Aku diterima sebagai guru honorer disebuah
sekolah swasta menjadi pengajar kesenian, sedikit menyedihkan karena aku telah
lumayan menyukai biologi namun sayangnya harus berakhir di mata pelajaran
kesenian yang secara pendidikan ini menyalahi aturan keguruan dan secara
internal ini menyalahi kemampuan ku. Walau secara individu aku paham sedikit
tentang seni, namun ini artinya mengorek luka lama yang sudah kering. Akhirnya
berdarah-darah dan menggalau kembali.
Sampai kapan penderitaan tentang jalan hidup ini berujung,
disatu sisi aku menderita karena aku sangat menyukai animasi walau cara
gambarku masih buruk setengah mati tapi impian untuk sekolah dan bekerja
diperusahaan animasi masih menggantung di langit-langit hati. Disatu sisi aku
membutuhkan pekerjaan ini walau tidak seprofesi dengan keahlian yang aku miliki
secara akademis, karena tuntutan sandang-pangan-papan.
Orang-orang hebat bersabda dalam buku TOP WORDS 2 karangan
Billy Boen. Salah satunya adalah Agung Laksamana Director Country Corporate Affairs Citibank Indonesia berpendapat,
baginya “tidak ada kata terlambat untuk memulai kesuksesan apabila seseorang
sempat gagal, termasuk ketika salah pilih jurusan kuliah. Seseorang bisa sukses
kapan saja, bahkan pada usia tua”.
Aku merenung seharian ini apa benar apa yang ditulis disana,
apa benar masih ada harapan atau justru aku yang terlalu berharap?
Masih dalam buku yang sama, Andy F. Noya Presenter “Kick
Andy” yang memiliki berjuta-juta follower di berbagai sosial media mengutip
buku Change, yang ditulis oleh
Rhenald Kasali ketika menasehati seorang temannya. “Meskipun sudah melangkah
cukup jauh, tak ada salahnya mundur lagi untuk mengerjakan hal yang disukai”.
Aku masih ragu walau ini seperti pencerahan dari Tuhan atas
kegundah gulanaan ku selama ini. Mungkin, aku harus berdiskusi lebih lama
dengan-Nya melalui malam yang damai dengan hati yang lebih tenang.
Komentar
Posting Komentar