PENGORBANAN #3

PENGORBANAN
Panggilah aku Alif. 24 tahun, tinggal di kepulauan Jawa – di bagian bumi sebelah Barat. Di sebuah kota yang diberi nama Garut dengan julukan ‘Kota Intan’. Dari 42 kecamatan aku tinggal di salah satu kecamatan yang diberi nama Cilawu. Pada sebuah desa di pinggiran kota bernama Desa Pasanggrahan.
Lalu apa istimewanya tempat ini, aku yang menulis, anda yang membaca, dan siapa pun diluar sana di dunia ini. Mari berpikir kembali. Apa untungnya untuk ku menceritakan semua ini?
Maka akan ku jawab, ‘tidak ada sama sekali’. Aku selalu bilang, “mari kita berfikir kembali”.
Ku beri nama bab ini ‘Pengorbanan’. Bukan hanya tentang ku, tapi beberapa anak langit yang kisahnya akan ku tulis disini. Bukan sebagai bahan ejekan – kesombongan – iri hati. Namun menjadi renungan untuk aku dan anda yang menjadi salah satu anak langit yang berhasil menemukan ku disini. Mari kita buka bab ini dengan salah satu anak langit bernama, Bulan.

Bulan, gadis desa dari pedalaman Kecamatan Cilawu. Desa Ciseda, sebuah tempat dengan sebagian besar penduduk yang tinggal adalah petani, peternak dan berkebun untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka. Tak terkecuali orang tua Bulan, lalu apa hebatnya ia? Apa yang menjadikannya seseorang yang harus kalian kenal?
Kisahnya tak jauh berbeda dengan kebanyakan kisah anak muda ispiratif lainnya. Anak desa – merantau – aktivis kampus – berprestasi – dan menjadi kebanggaan orang tua dan lingkungannya. Tidak ada yang salah dengan itu, dan tak ada yang membuatnya spesial. Cerita yang biasa saja, hanya saja yang menjadi berharga bukan kisah perjalanannya. Tapi, sekuat apakah gadis ini mampu menghadapi segala keterbatasan hidupnya hingga berada di puncak karirnya saat ini.
Pengorbanan apa yang telah dialaminya. Aku tau, aku tak layak berkomentar, tak layak memberi aplous untuknya bahkan mungkin aku hanya menilai dari sudut pandangku saja. Aku tak menampik. Aku hanya akan menceritakan apa yang menurutku layak diceritakan.
Bulan, hidup dari keluarga dibawah garis hidup rakyat berkecukupan. Saat bangku SMA ia pribadi yang sangat tangguh, gadis yang memiliki tujuan jelas, visi misi agama yang jelas, aktivis yang berapi-api, ambisi yang menggebu, dan pribadi yang tak akan gentar walau Bumi berkata ‘TIDAK’ untuk tujuannya sekali pun. Apa kini ia berubah? Tidak. Ia justru menjadi wanita tangguh yang luar biasa.
Keinginannya untuk berkuliah di universitas negeri harus kandas karena beberapa alasan, namun ia menunjukkan walau berkuliah di universitas swasta bukan berarti kesempatan untuk maju ke dunia lebih tinggi tak pernah ada. Biaya berkuliah di universitas swasta jauh lebih tinggi, apa yang dilakukannya? Ia berjualan, menjadi agen dari beberapa produk mulai dari snack, pakaian wanita, bisnis kecil-kecilan hingga produk-produk rumah tangga semua ia lakoni.
Akademi, ia memperoleh gelar sarjana dengan predikat coumlaud dengan ipk 3,8. Aktivis beberapa organisasi kampus seperti BEM, KAMMI, LDK, dan beberapa organisasi lainnya. Yang istimewa ia pun seorang pemeluk agama yang taat.
Apa semua itu ia dapat dengan mudah? Tidak. Semua butuh pengorbanan yang besar. Apa yang ia korbankan? Waktu – kebersamaan dengan keluarga – istirahat.
Semua hal-hal hebat selalu harus ada yang dikorbankan, tapi tak pernah ada yang sia-sia dari setiap pengorbanan. Kini, ia berada di sebuah kepulauan di Riau sana. Mengabdi sebagai guru rantau untuk anak negeri terdalam – terluar dari kepulauan Indonesia.
Ku kisahkan ‘anak langit’ kedua. Panggillah dia Langit. Teman dari sang Bulan. Lalu, apa pula istimewanya dia? Sudah ku bilang tak ada yang istimewa, karena semua manusia itu istimewa. Tergantung bagaimana kau menjalani dan menghargai kehidupan mu sendiri.
Langit, hidup di bawah garis kemiskinan. Memiliki tujuh saudara kandung, empat orang kakak dan tiga orang adik. Ia adalah anak ke lima yang berpikir berbeda dari saudarnya yang lain. untuk saudara-saudaranya dan juga orang tuanya, bersekolah adalah hal yang tidak mungkin dilakukan untuk saat ini. Apa lagi pekerjaan orang tuanya yang sebagai pemulung. Tapi, bagi langit. Kesulitan hidup bukanlah penghalang untuk visi dan misi yang telah ia bentuk sejak dari ia masih kecil. Justru, pekerjaan memulunglah yang kini membawanya berada di bangku universitas.
Ingatlah matematika Tuhan. Semakin banyak kau memberi bagi orang-orang yang membutuhkan maka semakin banyak pula Tuhan akan memberi mu lebih dari apa yang kau berikan untuk mereka.
Setiap sepulang sekolah ia akan berganti pakaian dan memulung sampah di sekitar tempat tinggalnya, memperhitungkan harga dari jenis sampah yang ia peroleh. Berapa jumlah beratnya dan berapa waktu yang ia perlukan. Semua ia perhitungkan. Lalu, apa pengorbananya? Yang satu ini, aku tak yakin apakah ini sebuah pengorbanan dari masa mudanya atau seperti sebuah peribahasa ‘sekali dayung dua tiga pulau terlampaui’? mari kita cerna dengan pikiran kita sendiri.
Anak langit kita yang ke tiga adalah, Pelangi. Tak sedikit anak orang kaya yang terjerumus pada jalan setan. Ingatlah ujian paling berat bukan saat kita tidak memiliki segalanya, namun justru saat kita memiliki segalanya.
Hati adalah bagian di dalam diri kita yang begitu halus, lembut, lunak, dan mudah tersentuh. Baik sebuah keburukan maupun kebaikan. Saat hati telah teracuni keburukan maka akan sulit untuk membersihkannya seperti semula, namun bila hati telah ditempa dari awal dengan kebaikan. Setiap ia memasuki keburukan, hati akan gampang menangis dan kembali ke jalan kebaikan.
Pelangi, adalah pemuda kreatif – inovatif – kaya – pengusaha muda – anak dari ayah ibu orang ternama – keluarga harmonis – penganut agama yang taat. Sungguh sempurna. Bagaimana ia bisa masuk dalam bab pengorbanan ini?
Aku sudah bilang, ini bukan mengenai layak atau tidak layak. Namun, menjadi sebuah pembelajaran untuk kita. Sejauh mana ia berkorban, baik kita analisis. Pelangi, merupakan pemuda berumur 28 tahun yang sudah menjadi pengusaha muda di usianya masih sangat muda, selain itu ia pun terkenal sebagai musisi muda mengikuti orang tuanya. Memiliki beberapa label rekaman – grup band – dan trand fashion anak muda Indonesia. Tentu semua yang ia miliki ini bukan tanpa pengorbanan, salah satu yang ia korbankan adalah waktu. Saat anak-anak di usianya hingar bingar di club malam atau pun diskotik ia memilih berada bersama keluarganya, hidup sesuai jadwal. Dan sudah aku bilang, selalu ada yang dikorbankan. Kesempatan untuk bersosialisasi ia batasi, tapi ya itu sebanding dengan hasilnya, bukan?
Hey, ini tidak begitu menarik!
Olala... ini bukan sinetron, bukan pula drama Korea, bukan pula dorama Jepang. Mari kembali ke judul kita, ini hanyalah kisah ‘Anak Langit’. Aku sudah bilang menganalisis – mengamati – itulah dunia ku.
Kau ingin kisah yang sebenarnya, akan aku katakan. Lihatlah anak-anak jalanan disekitar mu – amati pola pikir mereka – berpikirlah apa yang mereka rasakan – bagaimana keluarga mereka – seperti apa kisah perjalan selanjutnya – dimana kelak mereka akan berakhir – atau akan kah ada kisah awal baru untuk mereka? Inilah kisah pengorbanan paling nyata saat ini yang masih belum aku mengerti.
Atau, bagaimana – seperti apa – mengapa – kenapa anak-anak bisa tumbuh secara berbeda-beda? Tokoh utama untuk sebuah pengorbanan nyata pertama kali yang harus kita tanyai adalah, orang tua kita sendiri. Baru-lah tanya kembali sudah sejauh mana kita menyikapi pengorbanan itu sendiri, seberapa banyak kita berkorban untuk membuat keadaan jauh lebih baik, mungkin. Atau mungkin jauh lebih buruk. Bijaksanalah untuk setiap pilihan dalam kehidupan, karena semua ada ditangan anak-anak langit itu sendiri. Tuhan melihat seberapa kuat – tangguh – dan beraninya para petarung di Bumi ini untuk naik level selanjutnya.
Para anak langit tertangguh bukan di bentuk secara lunak namun keras. Lihat pula anak-anak langit yang tumbuh di daerah-daerah terpencil Bumi ini. Anak-anak langit di tempat-tempat pengungsian, daerah konflik, perbatasan dua negara. Mereka adalah contoh pengorbanan terbesar yang ada saat ini. Yang ku ceritakan hanya segelintir pengorbanan, tapi di dunia ini begitu banyak pengorbanan yang tak bisa di bicarakan secara gamblang kadang, apa yang kita sangka sebuah kejahatan ternyata adalah pengorbanan. Terkadang yang kita duga hal bodoh itulah pengorbanan sejati. Kita tak bisa menghardik, mencaci, menduga-duga setiap pilihan yang anak-anak langit buat secara sembarangan. Tere Liye seorang penulis Best seller perah berkata dalam tulisannya...
 “terkadang apa yang kita pilih, keputusan apa yang kita ambil orang lain tidak akan mengerti. Dan memang benar, orang lain tak perlu mengerti.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen 1500 kata #1

Who am I ? #4.1

Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih