WHO AM I #4
PROLOG
Saat seorang anak lahir ke dunia yang terbayang oleh orang
tua mereka adalah bagaimana keadaan kita.
Cacat-kah?
Normal-kah?
Ada-kah yang kurang dari kita?
Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih dari kita?
Terutama apakah kita terlahir dalam keadaan sehat?
Seiring berjalannya waktu, kita mencoba mengenal suara apa
yang kita dengar, siapa yang kita lihat, hal-hal yang kita ingin ketahui, kita
pelajari, mulai lah kita bertanya banyak hal yang dapat kita dengar, lihat,
cium, rasakan, dan kita raba.
Ruang kosong dalam kepala, rasa haus dari naluri keingin
tahu-an, semangat dalam diri membuat kita selalu merasa haus dan lapar. Namun,
lambat laun semua itu menumpuk di dalam kepala, hati, dan naluri itu sendiri.
Tanpa disadari kita membagi diri kita pada beberapa masa yang berbeda, saat
bayi – balita – anak-anak – remaja hingga kita dikenal sebagai manusia dewasa.
Masa depan kita telah dipersiapkan baik oleh Tuhan, tentu
bagi kalian yang percaya. Hingga orang tua kita sendiri, namun ada pula dari
kita yang diberi pilihan untuk menentukan bagaimana masa depan kita dibentuk.
Jalan itu masih gelap dulu, saat selangkah demi selangkah informasi dan hal-hal
tak terduga terjadi di jalan gelap kehidupan kita mulai dapat melihat sedikit
demi sedikit lilin kecil di jalan yang kita lalui. Kadang terasa jauh, terdapat
duri, batu kerikil hingga yang paling besar, benteng-benteng tinggi menjulang,
kejutan-kejutan yang kadang membuat kita menangis, tertawa, menjerit, marah
bahkan nyaris putus asa. Terkadang kita melihat tangga untuk turun maupun naik,
eskalator maupun lift yang menggiurkan, malaikat-malaikat, bahkan iblis sekali
pun, hingga yang terparah adalah jurang tak berdasar.
Namun, seperti sebuah video game. Kita tak akan pernah tau apa
yang kita temukan dalam setiap peti harta setiap selangkah seperjalanan panjang
yang kita lalui. Kita hanya mampu menyiapkan senjata-senjata yang kita rasa
layak kita bawa, perbekalan yang telah kita persiapkan, dan keajaiban-keajaiban
dari setiap penyihir baik hati atau pun lawan-lawan yang akan kita temua
sepanjang perjalanan kehidupan ini.
Sejatinya kita bukan siapa-siapa, tapi diri kitalah yang
menentukan kita mau dan ingin menjadi siapa. Seorang kesatria – tidak akan
dipanggil kesatria sebelum ia melalui dan melakukan perjalanan panjang dengan
semua pengalaman bertarungnya. Setiap kesatria terlahir sebagai manusia biasa
tanpa seorang pun yang mengenalnya. Sama saja seperti anak yang dilahirkan dari
seorang kesatria belum tentu dianggap kesatria walau ia lahir dari orang terpandang
sekalipun. Yang dikenal adalah nama dari kedua ‘orangtuanya’ bukan dirinya.
Semua ada ditangan kita sendiri. Bagi kalian yang percaya
akan Tuhan maupun dewa atau pun yang lainnya sekali pun, percaya akan sebuah
suratan takdir dan nasib inilah yang dapat ku sampaikan.
“Takdir memang tertulis di langit, tak dapat diganggu gugat.
Namun, kita masih memiliki ‘nasib’ yang masih dapat diubah dengan kekuatan
kita. Selalu percayalah setiap kali kita mengubah ‘nasib’ maka takdir sedikit
demi sedikit akan ikut berubah”.
Komentar
Posting Komentar