Si Rubah Putih & Si Rubah Hitam (Racun Hati)
Si rubah hitam dan si rubah putih
hari ini belum menampakan dirinya, entah mungkin mereka sedang berdiskusi
sesuatu atau mungkin mereka mulai sedikit lelah mengganggu ku. Walau tadi pagi
si rubah hitam ingin menampakkan wujudnya, untung saja ponselku penuh jadi ku
redam aura panas darinya dengan lantunan musik walau sebenarnya aku tidak
menyukai sesuatu menancap di telingaku begitu lama. Ini membuat gendang
telingaku sakit.
Sebetar lagi, ya sebentar lagi
jadwal mengajar dimulai. Perasaan bosan sudah menggelayuti dan menghantui mata,
pikiran, dan semangatku. “Haruskah aku masuk, rasanya aku malas mengajar
minggu-minggu ini.”
Serangga-serangga penanda
masuknya musim panas mulai bernyanyi memekakan teling, bersautan silih berganti
seperti ingin kawin. Langit cerah tak menunjukkan perubahan apapun pada hidup
ku. Orang-orang itu berpura-pura tak terjadi sesuatu, seolah-olah ingin
menyembunyikan fakta yang terjadi.
“Cih’ menipu ku? Tidak akan
berpengaruh apapun untukku. Kalian yang memulai kalian yang harus
mengakhirinya. Sekarang selesaikan saja sendiri, aku tidak akan ikut ambil
bagian dalam permainan kalian kali ini. Muak!”
Ruang guru ini cukup luas, hanya
ada beberapa orang staf guru yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing,
sebagiannya berada di ruang kelas sedang mengajar. Dua orang guru pria sdang
bermain catur, kebiasaan yang entah dimulai sejak kapan setiap jam kosong
mereka pasti mengisinya dengan bermain catur, satu orang lagi menyaksikan
pertandingan dengan memakan snak pedas sambil sesekali mengomentari permainan.
Staf guru wanita sebagian menonton drama korea, melamun dengan menikmati
secangkir kopi, dan satu staf guru wanita lainnya adalah aku.
Mengamati mereka, dulu adalah hal
yang menyenangkan. Membaca karakter setiap orang agar aku bisa bersosialisasi,
bercerita banyak hal, berbagi pengalaman, berbaur dengan cara baru sungguh
sesuatu yang harus ku pelajari, kupahami dan ku mengerti karakter mereka
masing-masing. Tapi kini, mengamati mereka bukanlah hal yang menyenangkan, si
rubah hitam selalu bilang “berhati-hatilah, dari mereka pasti ada yang tidak
menyukaimu dan mungkin rubah hitam lain sedang mengincarmu agar kau terjatuh.
Dan saat itu, mungkin sebagian dari mereka akan tersenyum, bergunjing, dan
menjelek-jelekan mu di belakangmu.”
“Dasar racun! Jangan dengarkan si
rubah hitam, dia hanya berpikir negatif tentang orang-orang. Tidak semua
seperti itu, kau hanya harus bersikap lebih bijak, pengertian, menyayangi,
banyak mendengarkan dan rendah hati. Kau harus bekerja dengan hati ikhlas,
lapang, semua orang punya masalah mari singkirkan itu semua agar hidup kita
lebih menyenangkan, banyak teman dan tidak sendirian. Sendirian itu meyedihkan,
aku tidak suka.”
“Hahaha... lagi-lagi kau begitu
munafik. Kau pikir semua orang juga berpikir seperti mu! Ingat, sudah berapa
kali aku benar. Kau selalu menangis seorang diri dikamar hanya gara-gara hal
sepele seperti mereka, dan siapa yang biasanya menguatkan mu dan berpikir
realistis? Aku! Kau tau aku yang harus menyelesaikan semua bentuk kebaikan yang
tak menguntungkan mu.”
“Kebaikan tidak mengambil untung
dan rugi seperti perdagangan!”
“Wah benarkah? Bagaimana dengan
motivator-motivator yang kau anut dan kagumi itu, apa mereka tidak mengambil
keuntungan? Haha... kau ini benar-benar munafik!”
STOP STOP STOP!!!
Agh!!! Lagi-lagi, kenapa kedua
rubah ini tidak bisa saling mengayomi.
∞
Suasana selepas aku mengajar
sedikit lebih ramai, si rubah hitam bilang...
“Aku yakin mereka membicarakan mu
saat kau sedang berada di kelas tadi.”
“Tidak, mana mungkin sudah jangan
berburuk sangka seperti ini. Jangan dengarkan si rubah hitam itu, dia hanya
akan memperburuk keadaan dan kondisimu saat ini. Abaikan saja dia.”
Hah, sudahlah tak usah
dibicarakan. Keputusanku saat ini adalah hanya menulis dan menunggu sampai jam
rapat dimulai setelah itu aku akan langsung pulang. Hari ini benar-benar melelahkan.
Komentar
Posting Komentar