CINTA : Dikatakan Atau Diam?
gambar: pinterst
Membahas cinta tidak
akan pernah akan ada habisnya. Manusia menyukai kisah itu walau terkadang
berakhir tragis; menyakitkan; menyimpang; bahkan berakhir pada kematian.
Mengapa cinta selalu
membuat manusia bahkan malaikat mampu terjerembab. Bagaimana bisa, sesuatu yang
tak dapat berwujud bentuk secara objek pasti tersebut begitu memikat banyak
orang.
Seperti mata air yang
tiada akan habisnya untuk diambil sari pati kesegarannya. Oase di tengah padang
pasir yang haus bernama kehidupan.
Begitulah mungkin, sedikit
asumsiku yang tak akan pernah faham betul mengapa ‘cinta’ selalu menjadi topik
hangat bagi banyak orang. Ah bukan. Bahkan banyak mahluk yang memiliki hasrat.
Baik bagi filsuf sekelas
Kalil Ghibran, atau kisah romantis di atas teater Romeo dan Juliet, lebih-lebih
cerita Gisele dan Odet di panggung balerina. Entah atas dasar kisah kerajaan
Putri Diana dan Pangeran Charles yang menghempas dunia, atau diamnya Ali untuk
cintanya pada Fatimah Azahra anak perempuan Rasulullah.
Cinta adalah kefanaan. Memberi
energi mistis yang tak tergambarkan dengan kata-kata atau perbuatan. Hal yang
tak dapat digambarkan dengan ‘sesuatu’ atau ‘seseorang’. Tapi, hal yang paling
membingungkan adalah, bagaimana cara menyampaikan perasaan ini?
Sapardi Djoko Darmono,
salah satu sastrawan yang telah banyak menelurkan berbagai macam karya sastra.
Mengutip dari salah satu puisi paling populernya dalam judul ‘Hujan Bulan Juni’.
Tak ada yang lebih tabah
Dari
hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada
pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari
hujan bulan juni
Dihapuskan jejak-jejak kakinya
Yang
ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari
hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap
akar pohon bunga itu
Mengapa
diam—merahasiakan isi hati selalu menjadi pilihan. Katanya ‘ketulusan’ sulit di
tangkap dalam ucapan, maka diam kadang menjadi pilihan. Bukankah, ‘kepengecutan’
pula kadang di asumsikan dalam ‘diam’ seribu bahasa. Tindakan dan
pengartiannyalah yang membuat berbeda.
Lalu
apa mengatakannya pula bisa menggambarkan ketulusan dan bahwa cinta itu tanpa
tikungan dan bentuk paling sempurna dalam tindakan, mencintai?
Tak
ada kepastian dalam menentukan pilihan untuk sebuah jawaban. Mengatakan atau
tidak selalu memiliki dua sisi mata uang.
Mencintai
dalam diam : memberimu kesempatan untuk membuat artian dan mengoreksi hati
masing-masing. Apakah ini yang engkau rasakan bernama ‘cinta’, atau hanya
sebuah bentuk rasa kasih yang masih samar. Berakhir meragukan, mempertanyakan
berakhir pada tertinggal di belakang dengan mereka yang lekas mengambil
tindakan, mengatakan.
Mengatakan
perasaan kadang di salah artikan dengan sebuah ‘gombalan’. Lagian, siapa yang
tahu hati seseorang. Ketulusan atau hanya sekedar mengoreksi sebagai bentuk
eksperimen diri. Apa kita benar-benar bisa bersama ia, di pertegas dengan
tindakan menyatakan isi hati, yang terkadang berakhir pada
pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.
Namun
sejatinya, bukan bagaimana cara kita menyampaikan isi hati bernama cinta. Tapi bentuk
dari tindakan, tanggung jawab dan kesetiaan untuk terus bersama apa yang telah
dipilih bagi hati kita. Menjadi separuh nyawa yang kita jaga, tulang rusuk yang
di janjikan untuk ditemukan. Lalu perjalanan dari semua puitis arti mencinta, ‘bertahan’
dalam segala kelemahan; kesengsaraan; kebahagiaan; kepayahan; hingga kematian
yang menjemput sebagai penjeda dari kisah selanjutnya.
Aku
bahkan tak tahu, apa hatiku sendiri memahaminya. Apa logikaku, merealisasikan
apa yang ku tulis dalam kalimat kelogisan ini. Tak ada yang paham betul
bagaimana mencintai, bagaimana sesuatu mampu bertahan begitu lama dengan kata :
karena ia takdirku.
Lagi,
cinta selalu menjadi topik yang tiada akan habisya di bahas oleh logika yang
kadang terjerumus pada pemikiran hati dan rasa kemanusiaan itu sendiri. Namun
setidaknya, bersyukurlah karena kau mampu merasakan cinta. Sebahagia, sesedih,
sesakit, sekecewa apapun teruslah mencintai. Agar hatimu mampu tetap menjadi
manusia, karena hanya batu yang merasa kesepian ketika pohon berbunga dan
kumbang bersenandung menjadi bagian dari cerita. Ketika rumput berbisik
bagaimana angin membelai dirinya, bagaimana matahari menghangatkan bumi, dan
pelangi mencintai hujan dengan tanpa tapi.
Komentar
Posting Komentar