Aku Yang Baru di Antara Mereka

picture from doc pribadi


Masa orientasi sekolah atau MOS, sebuah bagian dari pengenalan lingkungan sekolah ini sekaligus juga ajang untuk mengenal diri masing-masing dan teman-teman baru. Baik bagi ranah tingkat Paud (mungkin), TK, SD, SMP hingga SMA.

Begitu juga dengan kami di sini. Bahkan bagiku, ini adalah ajang yang paling baik sebenarnya untuk menggali potensi, semangat, cita-cita, dan harapan mereka. Melatih dan mengembangkan keberanian serta wawasan mereka.

Berbagai kalimat motivasi dari pemateri hingga games yang mengasah keberanian, olah pikir, tim, dan kerjasama kami berikan. Tapi itu semua belum cukup, jika anak-anak yang kami akan didik ini justru kelak tak menghargai diri mereka sendiri.

Benar, menghargai diri mereka sendiri. Banyak aku temukan, ternyata mereka memiliki keterbatasan. Ada rasa sedih yang mereka sembunyikan, kebingungan yang berujung kepasrahan akan nasib hidup. Tapi, karena itulah aku ingin mereka bangkit. Untuk itu, mereka harus percaya pada diri mereka sendiri terlebih dahulu, kemudian pada orang lain.

Sebagian dari mereka memang butuh didikan yang pantang menyerah dari kami sebagai pendidik. Ya aku bicara seperti ini karena ada beberapa anak yang aku masih tidak mengerti mengapa mereka begitu kurang menghargai diri mereka sendiri. Aku tahu sekolah kami bukan sekolah moderen seperti di kota-kota atau pinggiran kota yang memakai infokus setiap pelajaran, atau memiliki ruangan dengan fasilitas nomor satu.


Tapi menurutku bukan itu masalah yang sebenarnya. Ini masalah kesadaran diri, masalah kepercayaan diri sendiri, dan semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. 

Aku selalu di ingatkan untuk tidak bermental tempe atau tahu. Bertemu dengan orang-orang yang telah merasakan asam manis kehidupan selagi mereka usia muda. Tidak ada yang mudah, memang karena tak ada yang akan mengatakan bahwa sukses dan berhasil itu di capai dengan leha-leha. Semua butuh proses, lelah, marah, air mata, keikhlasan, dan anti jatuh tanpa bangun kembali.

Aku tahu kadang pikiran dan hatiku juga pesimis. Menjadi seorang guru honorer di sekolah swasta tanpa ketetapan jelas bagaimana nasib profesi guruku selanjutnya. Kadang membuatku ingin menyerah dan kalah, begitulah aku tidak akan menampik bahwa hidup itu memang butuh uang. Dan kadang gelar yang di emban sebagai sarjana pendidikan membuat beban tersenderi, amanah yang di berikan untuk menyebar luaskan ilmu.

Tapi hey, mengeluh tak akan menjadikan apapun berjalan dengan baik. Penenrimaan dan perjuanganlah yang membuat semua ketidak mungkinan menjadi kemungkinan untuk sukses. Dan sekarang aku juga tengah mencobanya, melakukan sebuah proses itu. TIDAK MUDAH, TAPI AKU AKAN TERUS MENCOBA. Selagi aku bisa.

Bagi anda, siapapun anda yang memegang gelar sebagai guru honorer. Ada sebuah quotes yang mencerahkan saya beberapa waktu lalu.
"Jika anda menjadi seorang guru, janganlah berpikir untuk membuat anak didik anda pintar. Tapi bimbinglah mereka memiliki karakter yang baik, karena kelak bisa jadi doa kita itulah yang membimbing ia menjadi seseorang yang berhasil."

Seorang anak bernama Cristopher yang berhasil memperoleh penghargaan karena Jurnalnya yang berjudul : Compression using EG and Neural Network Algorithm for Lossless Data. Mengatakan bahwa: 
"Pantang menyerah adalah anugrah terindah dalam hidup.""Untuk apa memiliki ilmu yang banyak tapi saat kita mati tidak berguna untuk dunia ini. Lebih baik ilmunya diberikan kepada orang lain,.."
Semua hal butuh PROSES, tapi tidak semua orang MENIKMATI PROSES. Maka mari kita mulai dari sekarang untuk JATUH CINTA dengan PROSES, karena dengan begitu SESULIT apapun PROSES-nya. Ketika kita jatuh cinta padanya, semua akan selalu nampak begitu indah seperti kita mencintai seseorang. 

MARI BERJUANG BERSAMA :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen 1500 kata #1

Who am I ? #4.1

Si Rubah Hitam dan Si Rubah Putih